MAKALAH
PERILAKU ORGANISASI
(KEPEMIMPINAN
DAN BUDAYA ORGANISASI)
OLEH:
KELAS :
K-01
SEMESTER : V (LIMA)
ANGGOTA : HAZHIYAH RAMADHANI
NURFITRI
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE)
BIMA
TAHUN AKADEMIK 2016/2017
KATA PENGANTAR
Puja
dan puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena tanpa rahmat,
taufik dan hidayah-Nya kami semua tidak dapat menyelesaikan pembuatan makalah
ini walaupun dalam bentuk maupun isi yang sederhana.
Harapan
kami semoga makalah ini dapat digunakan sebagai acuan, pedoman maupun petunjuk
bagi para pembaca, namun yang paling utama semoga makalah ini dapat menambah
wawasan para pembaca mengenai materi yang kami bahas dalam makalah ini.
Kami
menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
membutuhkan banyak perbaikan. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca
yang membangun sangat kami butuhkan untuk menyempurnakan pembuatan
makalah-makalah kami yang akan datang.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan pembuatan makalah ini
dari awal sampai akhir.Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa membalas jasa-jasanya dan
senantiasa meridhai kita semua. Aamiin…
Bima, 14 Januari 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
2
DAFTAR ISI
3
BAB 1: PENDAHULUAN
4
A. LATAR BELAKANG
4
B. RUMUSAN MASALAH
5
C. TUJUAN
5
BAB 2: PEMBAHASAN
6
A. PENGERTIAN KEPEMIMPINAN
6
B. PENGERTIAN BUDAYA
ORGANISASI
7
C. DIMENSI BUDAYA ORGANISASI
10
D. JENIS-JENIS BUDAYA
ORGANISASI
12
E. NILAI-NILAI BUDAYA ORGANISASI
13
F. MENCIPTAKAN BUDAYA
ORGANISASI
16
G. MEMPERTAHANKAN BUDAYA
ORGANISASI
18
BAB 3: PENUTUP
20
KESIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
21
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia
merupakan mahluk sosial yang tidak bisa hidup sendirian. Tidak ada satupun
manusia di dunia ini yang dapat hidup tanpa tergantung ataupun memerlukan
bantuan orang lain. Manusia selalu hidup berkelompok, bersuku-suku hingga
berbangsa-bangsa. Oleh karena itu konsekuensinya setiap individu harus dapat
beradaptasi dengan kelompok, agar dapat diterima dan merasa aman serta nyaman
didalamnya. Untuk menjadi orang yang diterima orang lain, diperlukan
usaha-usaha tertentu untuk mencuri hati orang lain tersebut. Hal ini merupakan
arah seseorang untuk menjadi pemimpin dari kelompoknya. Diharapkan nantinya
kepemimpinan seseorang dapat menyentuh berbagai segi kehidupan manusia seperti
cara hidup, kesempatan berkarya, bertetangga, bermasyarakat bahkan bernegara.
Antara
kepemimpinan dengan budaya organisasi memiliki hubungan yang sangat erat. Kepemimpinan
dan budaya organisasi merupakan fenomena yang sangat bergantung, sebab setiap
aspek dari kepemimpinan akhirnya membentuk budaya organisasi. Bila kita
memasuki ruang perkantoran suatu organisasi akan berbeda dengan kantor
organisasi lain yang memiliki pemimpin yang berbeda. Fenomena yang kita
dapatkan pada suatu organisasi, seperti : etos kerja karyawan, team work, kesejukan, ketenangan, sikap,
keramah tamahan, integritas, dll, yang kesemuanya menggambarkan kepemimpinan
yang ada dalam organisasi tersebut dan juga menggambarkan budaya yang ada dalam
organisasi. Sehingga dikatakan bahwa melihat kepemimpinan suatu organisasi itu
sama dengan melihat budaya yang ada dalam organisasi tersebut, perumpamaannya
bagaikan dua sisi mata uang yang memiliki nilai yang sama.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun
yang menjadi bagian pembahasan pada makalah ini, antara lain:
1. Apa itu kepemimpinan ?
2. Apa itu budaya Organisasi ?
3. Apa saja dimensi-dimensi
budaya organisasi ?
4. Apa saja jenis-jenis budaya
organisasi ?
5. Apa saja nilai-nilai yang
terkandung dalam budaya organisasi ?
6. Bagaimana cara menciptakan
budaya organisasi ?
7. Bagaimana cara mempertahankan
budaya ?
C. TUJUAN
Berdasarkan
rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya maka tujuan dari penulisan
makalah ini, antara lain:
1.
Bisa memahami pengertian kepemimpinan
2.
Bisa
memahami pengertian budaya organisasi.
3.
Bisa
mengetahui dimensi-dimensi budaya organisasi.
4.
Dapat mengetahui jenis-jenis budaya organisasi.
5.
Dapat
mengetahui nilai-niali dari budaya organisasi.
6.
Bisa
mengetahui cara menciptakan budaya.
7.
Bisa
mengetahui cara mempertahankan budaya.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KEPEMIMPINAN
Masalah kepemimpinan mendapat perhatian dari berbagai
ahli, karena gejala ini menunjukkan peranannya yang seringkali menentukan di
dalam hidup bernegara dan bermasyarakat. Kepemimpinan tidak hanya berarti
memimpin terhadap manusia, tetapi juga mempimpin terhadap perubahan. Seorang
pemimpin tidak hanya mempengaruhi bawahan, tetapi juga sebagai sumber inspirasi
dan motivasi bawahannya. Oleh karena itu, pandangan berbagai penapsiran
kepemimpinan semakin beragam dalam perkembangannya.
Terry (dalam Kartono, 1994;49) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah aktivitas
mempengaruhi orang lain agar mereka mau bekerjasama untuk mencapai tujuan
kelompok. Sedangkan R. Tannenbaum
(dalam Harsey dan Balnchard, 1984:9) mengemukakan bahwa
kepemimpinan sebagai pengaruh antarpribadi yang dilakukan dalam suatu situasi
dan diarahkan melalui proses komunikasi pada pencapaian tujuan tertentu.
Pandangan lain yang dikemukakan oleh Stonner (1989:459) mengemukakan bahwa
kepemimpinan adalah sebagai proses mengarahkan dana mempengaruhi aktivitas yang
berkaitan dengan tugas dari para anggota kelompok. Sedangkan Koontz at.al. (1984:506)
memberikan pengertian kepemimpinan sebagai mempengaruhi orang lain agar ikut
serta dalam mencapai tujuan umum. Definisi yang hampir sama dengan Koontz, dikemukakan oleh Hosmer (dalam Timpe, 1999:21), yang mengatakan bahwa pemimpin adalah individu
dalam suatu organisasi yang mampu mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain
dalam organisasi. Usaha mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain dalam
organisasi bertujuan tercapai usaha kelompok yang terkoordinasi dan terpadu.
Dari berbagai pandangan mengenai kepemimpinan
tersebut, maka pemimpin dalam kehidupan organisasi mempunyai kedudukan yang
strategis dan merupakan gejala sosial yang selalu diperlukan dalam kehidupan
kelompok. Di samping kedudukannya yang strategis, kepemimpinan mutlak
diperlukan, di mana terjadi interaksi kerjasama antara dua orang atau lebih
dalam mencapai tujuan organisasi.
Dari berbagai definisi kepemimpinan yang telah
diuraikan di atas, maka ada beberapa perbedaan dan persamaan penekanannya.
Sebagian menekankan kepada kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain
dalam mencapai tujuan pada situasi tertentu. Sedangkan yang lainnya menekankan
pada bagaimana kemampuan seorang pemimpin mengarahkan orang lain untuk
bekerjasama dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Stogdill (1974:7-16) secara rinci mengemukakan implikasi dari definisi tersebut yaitu:
1. Kepemimpinan merupakan titik sentral
proses kegiatan kelompok (leadership as a focus of group processes).
2. Kepemimpinan adalah suatu
kepribadian yang memiliki pengaruh (leadership as personality and its
effects).
3. Kepemimpinan sebagai suatu seni
untuk menciptakan kesesuaian paham (leadership as the art of induling
compliance).
4. Kepemimpinan adalah pelaksana
pengaruh (leadership as the exercise of influence).
5. Kepemimpinan adalah tindakan dan
perilaku (leadership as act and behavior).
6. Kepemimpinan sebagai suatu bentuk
persuasi dan inspirasi (leadership as a from of persuation and inspiration).
7. Kepemimpinan merupakan hubungan
kekuatan dan kekuasaan (leadership as a power relation).
8. Kepemimpinan sebagai sarana
pencapaian tujuan (leadership as an instrument of goal attainment).
9. Kepemimpinan merupakan hasil dari
interaksi (leadership as an effect of interaction).
10. Kepemimpinan adalah peranan yang
dibedakan (leadership as a
differentiated role).
11. Kepemimpinan adalah sebagai inisiasi
struktur (leadership as the initiation of structure).
Dari berbagai pendapat tersebut memberikan gambaran
bahwa kepemimpinan dilihat dari sudut pendekatan apapun mempunyai sifat
universal dan merupakan gejala sosial.
B. PENGERTIAN BUDAYA ORGANISASI
Kebudayaan dalam bahasa inggris adalah “Culture” dalam bahasa Latin adalah “Colere” dan dalam bahasa Indonesia juga
diistilahkan dengan peradaban atau budi yang dalam Bahasa Arab disebut dengan “Akhlaq”. Di Indonesia kebudayaan secara
etimologi berasal dari kata Sansakerta yaitu “Buddhayah”, bentuk jamak dari kata “Buddhi” (akal) sehingga dikembangkan menjadi budi-daya, yaitu
kemampuan akal budi seseorang atau sekelompok manusia.
Budaya adalah perilaku konvensional
masyarakatnya, dan ia mempengaruhi semua tindakan.
Budaya adalah kesatuan nilai dan asumsi yang
dipegang oleh kesatuan sumber daya manusia. Budaya juga merupakan sebuah sistem
progresif yang terus berkembang. Budaya
organisasi adalah satu wujud anggapan yang dimiliki, diterima secara implisit oleh kelompok tersebut rasakan, pikirkan, dan
bereaksi terhadap lingkungannya yang beraneka ragam.
Budaya merupakan pola asumsi yang diciptakan,
atau dikembangkan agar orang dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan
organisasi. Budaya organisasi merupakan sebuah konsep yang sulit didiagnosis.
Definisi ini menyoroti tiga karakteristik budaya organisasi yang penting. Pertama, budaya organisasi diberikan kepada
para karyawan baru melalui proses sosialisasi. Kedua, budaya organisasi
mempengaruhi perilaku kita ditempat kerja. Ketiga, budaya organisasi berlaku
pada dua tingkat yang berbeda. Masing-masing tingkat bervariasi dalam kaitannya
dengan pandangan keluar dan kemampuan bertahan terhadap perubahan.
Menurut Robbins, budaya organisasi adalah suatu
persepsi bersama yang dianut oleh anggota suatu organisasi. Cara berpikir dan
melakukan sesuatu yang mentradisi yang dianut bersama oleh semua anggota
organisasi, dan para anggota baru harus mempelajari atau paling sedikit
menerimanya sebagian agar mereka diterima sebagai bagian dari organisasi
(Eliott Jaeques).
Menurut Wheelen dan Hunger budaya organisasi
adalah himpunan dari kepercayaan, harapan dan nilai yang dianut bersama oleh
anggota organisasi dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Budaya organisasi adalah sistem makna dan keyakinan bersama yang dianut oleh
para anggota organisasi yang menentukan, sebagian besar, cara mereka bertindak.
Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah
keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia, dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar.
Disamping itu, Mohammad Hatta memberi definisi kebudayaan adalah ciptaan hidup
dari suatu bangsa. Sedangkan Zoetmulder memberi definisi kebudayaan adalah
perkembangan terpimpin oleh manusia budayawan dari kemungkinan-kemungkinan dan
tenaga-tenaga alam terutama alam manusia, sehingga ia merupakan sutau kesatuan
yang harmonis.
Kebudayaan dekat kaitannya dengan berbagai
disiplin ilmu pengetahuan, baik ilmu-ilmu ekstra maupun ilmu-ilmu sosial
sebagaimana telah diuraikan dimuka terutama karena membicarakan tentang
fenomena masyarakat. Budaya dapat meliputi antara lain:
1.
Sistem Mata
Pencaharian
2.
Sistem
Pendidikan
3.
Sistem
Persembahan
4.
Sistem Seni
5.
Sistem Moral
6.
Sistem Hukum
7.
Sistem
Olahraga.
Budaya merupakan sistem nilai dan keyakinan yang
dimiliki bersama oleh masyarakat, namun setiap unsur masyarakat berbeda pula
budayanya, seperti antara masyarakat umum dengan para elitenya. Menurut
Benedict R. O’G Anderson, kebudayaan Indonesia cenderung membagi secara tajam
antara kelompok elite dengan kelompok massa.
Budaya organisasi dapat
diperkuat dengan mewariskan nilai inti dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Organisasi dapat mencapai efektivitas hanya ketika
karyawan-karyawannya berbagi nilai. Nilai dari tenaga kerja yang semakin
beragam dibentuk jauh sebelum seseorang memasuki organisasi. Oleh karena itu
merekrut, memilih, dan mempertahankan karyawan yang nilainya paling cocok
dengan nilai perusahaan merupakan hal yang penting.
Pada hakikatnya budaya adalah kesatuan nilai dan asumsi yang
dipegang oleh kesatuan sumber daya manusia. Budaya juga merupakan sebuah sistem
progresif yang terus berkembang. Berbeda dengan peraturan yang bersifat
kognitif, budaya pada umumnya lebih mengakar dan lebih berpengaruh pada tingkah
laku karyawan. Mengingat bahwa organisasi adalah kesatuan sebagai
suborganisasi, maka selalu ada kemungkinan bahwa budaya yang dominan di
bagian-bagian tertentu bisa berbeda dengan budaya yang dominan di bagian
lainnya.
C. DIMENSI BUDAYA ORGANISASI
Terdapat
banyak dimensi yang membedakan budaya. Dimensi ini mempengaruhi perilaku yang
mengakibatkan kekeliruan pemahaman, ketidaksepakatan atau bahkan konflik.
Gibson (1996) menyebutkan 7 dimensi budaya, yaitu hubungan manusia dengan alam,
individualisme versus kolektivisme, orientasi waktu, orientasi aktivitas,
informalitas, bahasa dan kepercayaan.
Sedangkan dimensi-dimensi yang digunakan untuk
membedakan budaya organisasi, menurut Robbins
(1996) ada tujuh karakteristik primer yang secara bersama-sama menangkap
hakikat budaya organisasi, yaitu:
1. Inovasi dan pengambilan resiko
sejauh mana para karyawan didorong untuk inovatif dan berani mengambil resiko.
2. Perhatian ke hal yang rinci sejauh
mana para karyawan diharapkan mau memperlihatkan kecermatan, anaisis dan
perhatian kepada rincian.
3. Orientasi hasil sejauh mana
manajemen fokus pada hasil, bukan pada teknik dan proses yang digunakan untuk
mendapatkan hasil itu.
4. Orientasi orang sejauh mana keputusan
manajemen memperhitungkan efek hasil dari orang-orang di dalam organisasi itu.
5. Orientasi tim sejauh mana kegiatan
kerja diorganisasikan dalam tim-tim kerja, bukannya individu-individu.
6. Keagresifan sejauh mana orang-orang
itu agresif dan kompetitif, bukan bersantai.
7. Kemantapan sejauh mana kegiatan
organisasi menekankan dipertahankanya status quo sebagai lawan dari pertumbuhan
atau inovasi.
Hofsede (dalam Gibson, 1996)
mengemukakan empat dimensi budaya, yaitu
- Penghindaran atas ketidakpastian
Tingkat dimana anggota masyarakat merasa tidak nyaman
dengan ketidakpastian dan ambiguitas. Perasaan ini mengarahkan mereka untuk
mempercayai kepastian yang menjanjikan dan untuk memelihara lembaga- lembaga
yang melindungi penyesuaian.
- Maskulin vs feminitas
Tingkat maskulinitas adalah kecenderungan dalam
masyarakat akan prestasi, kepahlawanan, ketegasan, dan keberhasilan materiil.
Feminitas berarti kecenderungan akan kesederhanaan, perhatian pada yang lemah,
dan kualitas hidup.
- Individu vs kebersamaan
Individualisme adalah kecenderungan dalam kerangka
sosial dimana individu dianjurkan untuk menjaga diri sendiri dan keluarganya.
Kolektivisme berarti kecenderungan dimana individu dapat mengharapkan kerabat,
suku, atau kelompok lainnya melindungi mereka sebagai ganti atas loyalitas
mutlak yang mereka berikan.
- Jarak kekuasaan
Ukuran dimana anggota suatu masyarakat menerima bahwa
kekuasaan dalam lembaga atau organisasi tidak didistribusikan secara merata.
Berbagai pola asumsi dasar yang telah dipelajari kelompok dalam
memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi (masalah adaptasi eksternal dan
integrasi internal) kepada anggota/generasi baru sebagai arah yang benar untuk
menduga, berfikir dan merasa dalam menghadapi masalah itu. Hal ini penting
dilakukan agar organisasi (perusahaan) dapat terus berjalan sebagaimana yang
diharapkan.
Untuk itu perlu diketahui pengembangan tahap-tahap budaya, yang
oleh Indrapradja (1992) disebut
dimensi budaya dalam organisasi, yaitu:
1.
Dimensi
Pertama: Artifak-Artifak (Artifacts)
Artifacts adalah “benda-benda” hasil buatan manusia.
Kita dapat mengamati suatu budaya dalam artifak yang diciptakannya berupa
kata-kata yang digunakan, tindakan para anggota organisasi dan objek yang ada
dalam organisasi. Yang dimaksudkan dengan “kata-kata budaya” di sini termasuk
bahasa khusus atau jargon yang digunakan oleh orang-orang dalam
organisasi, kisah-kisah yang diceritakan oleh mereka dan mitos-mitos yang
dilestarikan oleh mereka.
Yang
dimaksudkan dengan “tindakan-tindakan budaya” adalah upacara ritual (ritual
and ceremonies) yang diselengarakan dan diikuti oleh mereka, misalnya
upacara bendera, rapan rutin harian, expose dan bentuk penyajian lain,
pemberian persetujuan rapat pimpinan secara berkala, rapat kerja pimpinan
cabang, rapat direksi, upacara pemberian penghargaan, malam silaturahmi,
perayaan hari besar, karyawan, dan
sebagainya.
“Objek
budaya” di sini termasuk busana yang dikenakan para anggota organisasi, meubel
yang digunakan dalam kantor, karya seni yang dipilih dan digunakan oleh para
warga organisasi.
2.
Dimensi
Kedua: Perspectives.
Perspektif,
berada satu lapisan di bawah permukaan yang kelihatan (artifak-artifak), tetapi
masih mudah untuk melihatnya. Yang termasuk ke dalam perspektif adalah berbagai
norma sosial dan peraturan yang mengatur bagaimana para warga organisasi harus
berperilaku dalam situasi khusus. Dengan adanya bergagai peraturan dan norma
tersebut, para anggota organisasi tidak perlu memecahkan permasalahan sosial
organisasi secara baru setiap timbul permasalahan.
3.
Dimensi
Ketiga: Nilai-nilai (Values)
Nilai-nilai
(Values) berada setingkat lebih dekat dengan inti suatu budaya
organisasi. Values mencerminkan falsafah dan misi organisasi, cita-cita
organisasi, tujuan, dan standar organisasi. Para anggota organisasi menggunakan
nilai-nilai ini untuk menilai (judging) orang-orang, tindakan, dan
peluang serta mengambil keputusan atas nama organisasi.
4.
Dimensi
Keempat: Asumsi-Asumsi (Assumptions)
Pada lapisan
terdalam, yaitu inti budaya organisasi, terdapatlah kepercayaan para anggota
organisasi yang tidak diucapkan tentang mereka sendiri dan mengenai orang lain.
Asumsi budaya bersifat take for granted, sehingga pada dasarnya kita
harus menjadi bagian dari budaya itu kalau kita mau mengerti. Akan tetapi
kesulitannya adalah, sekali kita menjadi bagian dari budaya itu, kita tidak
mengenalinya lagi karena unsur budaya organisasi sudah menjadi bagian dari
pandangan dunia kita secara otomatis.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa budaya organisasi
merupakan sesuatu yang sungguh kompleks. Akan tetapi, kita harus memiliki
kemampuan mengalisis budaya organisasi secara akurat apabila kita
sungguh-sungguh mau mengerti mengapa organisasi melakukan hal-hal tertentu dan
mengapa para pemimpin organisasi itu dapat menghadapi kesulitan dalam
menjalankan fungsi kepemimpinannya.
D. JENIS-JENIS BUDAYA ORGANISASI
1.
Berdasarkan Proses informasi
Robert
E. Quinn dan Michael R. McGrath (dalam buku Arie Indra Chandra) membagi budaya
organisasi berdasarkan proses informasi sebagai berikut
a. Budaya Rasional
Dalam budaya ini, proses informasi individual (kalrifikasi sasaran
pertimbangan logika, perangkat pengarahan) diasumsikan sebagai sarana abagi
tujuan kinerja yang ditunjukkan (efisiensi, produktifitas dan keuntungan atau
dampak).
b. Budaya Ideologis
Dalam budaya ini, pemrosesan informasi intuitif (dari pengetahuan yang
dalam, pendapat dan inovasi) diasumsikan sebagai sarana bagi tujuan
revitalisasi (dukungan datri luar, perolehan sumber daya dan pertumbuhan).
c. Budaya Konsensus
Dalam budaya ini, pemrosesan informasi kolektif (diskusi, partisipatif
dan konsensus) diasumsikan untuk menjadi sarana bagi tujuan kohesi (iklim,
moral dan kerjasama kelompok).
d. Budaya Hierarkis
Dalam budaya ini, pemrosesan informasi formal (dokumetasi, komputasi
dan evaluasi) diasumsikan sebagai sarana bagi tujuan kesinambungan (stabilitas,
kontrol dan koordinasi).
2.
Berdasarkan Tujuan
Talidzuduhu
Ndraha membagi budaya organisasi berdasarkan tujuannya, yaitu
a. Budaya organisasi Perusahaan
b. Budaya organisasi Publik
c. Budaya organisasi Sosial
E. NILAI-NILAI BUDAYA ORGANISASI
Nilai-nilai dan dan keyakinan
organisasi merupakan dasar budaya organisasi. Keduanya juga memainkan peranan
penting dalam mempengaruhi etika berperilaku. Nilai memiliki lima komponen
kunci, Nilai (1) adalah konsep kepercayaan, (2) mengenai perilaku yang
dihendaki, (3) keadaan yang amat penting, (4) pedoman menyeleksi atau
mengevaluasi kejadian dan perilaku, (5) urut dari yang relative penting. Adalah
penting untuk membedakan antara nilai pendukung dengan yang diperankan.
1.
Nilai
Pendukung
Menunjukkan nilai-nilai yang
dinyatakan secara eksplisit yang dipilih oleh organisasi. Nilai-nilai pendukung
tersebut merupakan aspirasi yang akan dikomunikasikan secara eksplisit kepada para karyawan, para manejer seperti
Levin berharap bahwa nilai-nilai pendukung tersebut akan mempengaruhi perilaku
para karyawan secara langsung.
2.
Nilai-nilai
yang diperankan
Merupakan nilai dan norma yang
sebenarnya ditunjukkan atau dimasukkan kedalam perilaku karyawan. Sistem nilai
organisasi menggambarkan pola yang bertentangan dan yang cocok diantara
nilai-nilai, bukan diantara nilai yang relative penting. Definisi ini
menekankan poin bahwa organisasi menggunakan sekumpulan nilai yang terdiri dari
nilai-nilai yang cocok atau yang bertentangan.
3.
Tipologi
Nilai-nilai organisasi
Norma penghargaan organisasi
menunjukkan keyakinan fundamental perusahaan mengenai bagaimana penghargaan
harus dialokasikan. Menurut norma penghargaan yang setara, penghargaan harus
sebanding dengan kontribusi. Struktur kekuasaan organisasi mencerminkan
keyakinan dasar perusahaan mengenai bagaimana kekuasaan dan wewenang harus
dibagikan dan di distribusikan.
4.
Riset
Aplikasi Praktis
Organisasi menganut konstelasi
bukannya hanya satu nilai saja dan dapat ditampilkan berdasarkan nilai mereka.
Hal ini pada gilirannya, akan membuat manejer mampu untuk menentukan apakah
nilai-nilai organisasi konsisten dan mendukung inisiatif dari tujuan
perusahaan.
Saskhein
dan Kisher (dalam buku Jeny Eoh, 2001) mengemukakan bahwa budaya organisasi
terdiri dari dua komponen, yaitu:
1. Nilai (value), yaitu sesuatu yang diyakini oleh
warga organisasi untuk mengetahui apa yang benar dan apa yang salah.
2. Keyakinan (belief), yaitu sikap tentang cara
bagaimana seharusnya bekerja dalam organisasi.
Sedangkan
Davis (dalam buku Jeny Eoh, 2001) mengemukakan bahwa dalam budaya perusahaan
terdapat dua macam keyakinan, yaitu
1. Keyakinan
bimbingan (guiding belief), yaitu
menentukan visi, misi dan nilai-nilai dasar organisasi.
2. Keyakianan
harian, yaitu mencirikan cara kegiatan dalam organisasi harus dilakukan: cara
berkomunikasi, pengambilan keputusan dan cara kotrol dilakukan.
Nilai dasar
budaya organisasi
Nilai yang
dianut seseorang mempengaruhi tingkah lakunya. Dan dalam sebuah organisasi,
nilai yang dianut seorang anggota akan mempengaruhi tingkah lakunya dalam
berinteraksi dengan anggota lain maupun dalam melaksanakan tugas.
Miller
(1987) dalam bukunya Manajemen era baru: Beberapa pandangan mengenai budaya
perusahaan, menyatakan bahwa dalam perusahaan terdapat dua nilai, yaitu:
1. Nilai Utama
(primer)
Nilai utama ini berkaitan dengan dengan inovasi besar,
ketaatan dan produktifitas. Nilai utama terdiri atas delapan unsur:
a.
Asas tujuan
b.
Asas konsensus
c.
Asas Keunggulan
d.
Asas Kesatuan
e.
Asas prestasi
f.
Asas Empirisme
g.
Asas keakraban
h.
Asas integritas
2. Nilai
Sekunder
Miller menyebut nilai sekunder sebagai sifat-sifat variabel
bisnis dan membaginya menjadi enam unsur sebagai berikut:
a.
Terfokus pada pelanggan/terfokus pada produk
b.
Pengendalian yang disiplin/pengendalian yang hilang
c.
Kewiraswastaan yang telah terbukti benar
d.
Pengambilan keputusan yang cepat/pengambilan keputusan
yang lambat
e.
Fokus jangka pendek/fokus jangka panjang
f.
Teknologi canggih/sederhana
F. MENCIPTAKAN BUDAYA ORGANISASI
Perubahan dari budaya nasional
yang menjadi yang lainnya mengakibatkan banyak perubahan pada sikap seseorang
dan gaya hidupnya. Organisasi budaya dapat disebut sebagai lingkungan
psikologis mental atau harapan kognitif yang membimbing sikap.
Kepemimpinannya dipandu dengan enam prinsip,
yaitu:
a.
Jangan hanya
memberi perintah, tapi komunikasikan.
b.
Pemimpin
harus mendengar tanpa prasangka.
c.
Mempraktekkan
disiplin tanpa formalitas.
d.
Kapten yang
terbaik memberi tanggung jawab bukan perintah.
e.
Crew yang
berhasil tampil dengan taat.
f.
Perubahan
yang benar harus permanen.
Beberapa ahli berdebat bahwa
budaya kerja sama yang jelas dan kuat menjadi kunci kelangsungan organisasi dan
sukses.
1. Unsur-Unsur Pembentuk Organisasi
Deal & Kennedy dalam bukuhya Corporate Culture: The Roles and Ritual of Corporate, membagi unsur
penbentuk budaya organisasi sebagai berikut:
a.
Lingkungan usaha
Kelangsungan
hidup suatu organisasi (perusahaan) ditentukan oleh kemampuan perusahaan
memberi tanggapan yang tepat terhadap peluang dan tantangan lingkungan, yang di
antaranya antara lain meliputi produk yang dihasilkan, pesaing, pelanggan,
teknologi pemasok, kebijakan pemerinhtah dan lain-lain.
b.
Nilaip-nilai
Yaitu
keyakina dasar yang diahut oleh sebuah organisasi. Nilai-nilai inti yang dianut
bersasma oleh anggota organisasi antara lain dapat berupa slogan atau motto
yang dapat berfungsi sebagai jati diri dan harapan konsumen.
c.
Pahlawan
Yaitu
tokoh yang dipandang berhasil mewujudkan nilai-nilai budaya dalam kehidupan
nyata. Pahlawasn bisa berasal dari pendiri perusahaan, manajer, kelompok
organisasi atau perorangan yang berhasil menciptakan nilai-nilai organisasi.
d.
Ritual
Stepen
P. Robbins medefinisikan ritual sebagai deretan berulang dari kegiatan yang mengungkapkan
dan memperkuat nilai-nilai utama organisasi tersebut.
e.
Jaringan
budaya
Yaitu
jaringan komunikasi informal yang pada dasarnya merupakan aturan informasi
primer. Fungsinya menyalurkan infomasi dan melakukan interpretasi terhadap
informasi.
2. Proses Pembentukan Budaya Organisasi
Secara teoritis, proses bagaimana suatu perusahaan terbentuk
telah dijelaskan oleh Schein dalam bukunya Organizational
Culture and Leadership. Menurut beliau, terbentuknya suatu budaya
organisasi dapat dianalisis dari tiga nilai sebagai berikut.
a.
Teori Sociodinamic
Teori
ini menitikberatkan pengamatan secara detail mengenai kelompok pelatihan,
kelompok terapi dan kelompok kerja yang mempunyai proses interpersonal dan
emosional guna membantu menjelaskan apa yang dimaksud dengan share dalam pandangan yang sama dari
suatu masalah dan mengembangkan share tersebut.
b.
Teori Kepemimpinan
Teori
ini menekankan hubungan atara pemimpin dengan kelompok dan efek personalitas
dan gaya kepemimpinan terhadap formasi kelompok yang sangat relevan dengan
pengertian bagaimana budaya organisasi tersebut terbentuk.
c.
Teori Perkembangan (Learning Theory)
Teori
ini menekankan pada informasi tentang bagaimana kelompok mempelajari kognitif,
perasaan dan penilaian, yang secara struktural dibagi menjadi dua tipe
pembelajaran.
·
Situasi penyelesaian masalah secara positif
·
Situasi menghindari kegelisahan
Proses pembelajaran dimaksudkan untuk pewarisan budaya
organisasi kepada anggota baru dan organisasi.
3. Mempengeruhi Perubahan Budaya
Hanya ada sedikit penelitian
mengenai perubahan budaya. Kesulitan dalam menciptakan budaya bahkan menjadi
lebih kompleks ketika berusaha melakukan suatu perubahan budaya signifikan.
Perubahan tersebut ialah:
a.
Budaya
begitu membingungkan dan tersembunyi sehingga budaya tidak dapat didiagnosis,
dikelola, dan diubah secara cukup.
b.
Karena
diperlukan teknik yang sulit, keterampilan yang langka, dan waktu yang cukup
untuk memahami budaya, serta bahkan lebih banyak waktu lagi untuk mengubahnya,
usaha yang terencana dan terperinci dalam perubahan budaya bukan merupakan hal
yang benar-benar praktis.
c.
Budaya
membantu orang bertahan menghadapi periode kesulitan dan berperan menghilangkan
kecemasan. Salah satu cara budaya melakukan hal ini adalah dengan menyediakan
kontinuitas dan stabilitas.
Ketiga pandangan tersebut
mengisyaratkan bahwa manejer yang tertarik untuk melakukan perubahan budaya
berhadapan dengan tugas yang sulit. Akan tetapi, ada pemimpin berani, yang
yakin bahwa mereka dapat turut campur dan melakukan perubahan dalam budaya.
G. MEMPERTAHANKAN BUDAYA ORGANISASI
Robbins mengatakan bahwa
budaya organisasi itu tidak muncul dari ruang yang hamppa atau dari langit.
Jadi ada suatu kekuatan yang mempenagruhi terciptanya suatu budaya organisasi.
Asal mula budaya organisasi di sini pendiri membangun nilai tertentu di
organisasinya, kemudian dikembangkan dan dipakai sebagai rujukan oleh anggota
organisasi.
Robbins mencatat bahwa ada
tiga kekuatan yang berperan dalam mempertahankan suatu budaya, sebagai berikut:
1.
Praktik
seleksi, dalam keputusan final, seperti siapa kandidat yang akan dipekerjakan
sangat dipengaruhi oleh penilai, pengambil keputusan tentang seberapa baiknya
kandidat akan cocok dengan organisasi akan sangat berpengaruh terhadap upaya
pelestarian budaya organisasi.
2.
Manajemen
puncak, melalui keteladanannya dalam berperilaku dalam menegakkan norna-norma
yang ada akan menentukan tetap tegaknya budaya yang telah disepakati.
3.
Sosialisasi,
yaitu proses yang mengadaptasikan para karyawan pada budaya organisasi itu.
Kegiatan sosialisasi dilaksanakan sejak tahap pra kedatangan, suatu kurun waktu
pembelajaran yang dilakukan sebelum seseorang karyawan baru bergabung secara
resmi dengan organisasi.
Sosialisasi kemudian dilakukan
pada tahap perjumpaan, tahap dalam mana pegawai baru menyaksikan seperti apa
sebenarnya organisasi itu dan menghadapi kemungkinan bahwa harapan dan
kenyataan dapat berbeda. Tahap sosialisasi selanjutnya adalah apa yang disebut
dengan tahap metamorfosis, suatu
tahap dalam proses sosialisasi dimana para pegawai baru menyesuaikan diri pada
nilai dan norma kelompok kerjanya.
BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN
Pada hakikatnya budaya adalah
kesatuan nilai dan asumsi yang dipegang oleh kesatuan sumber daya manusia.
Budaya juga merupakan sebuah sistem progresif yang terus berkembang. Berbeda
dengan peraturan yang bersifat kognitif, budaya pada umumnya lebih mengakar dan
lebih berpengaruh pada tingkah laku karyawan. Mengingat bahwa organisasi adalah
kesatuan sebagai suborganisasi, maka selalu ada kemungkinan bahwa budaya yang
dominan di bagian-bagian tertentu bisa berbeda dengan budaya yang dominan di
bagian lainnya.
Budaya organisasi dapat diperkuat dengan mewariskan nilai inti
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Organisasi dapat mencapai efektivitas
hanya ketika karyawan-karyawannya berbagi nilai. Nilai dari tenaga kerja yang
semakin beragam dibentuk jauh sebelum seseorang memasuki organisasi. Oleh
karena itu merekrut, memilih, dan mempertahankan karyawan yang nilainya paling
cocok dengan nilai perusahaan merupakan hal yang penting.
Ditingkat berikutnya, budaya
organisasi terdiri dari kepercayaan, dan nilai-nilai. Ditingkatan yang paling
dalam, budaya organisasi tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan
permasalahan dalam organisasi. Asumsi dasar ini biasanya mendasari kepercayaan
dan niali-nilai anggota organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ini sangat membantu
BalasHapusMy Blog